Rabu, 08 Juni 2016

Mukernas V


Kongres adalah pertemuan besar para wakil organisasi ( politik, sosial, profesi) untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan. Musyawarah dibutuhkan organisasi guru untuk memecahakan permasalahan fundamental yang terjadi di dimasa demokrasi liberal. Menjadi satu keharusan untuk memajukan organisasi PGRI ini agar tetap berkembang dan memperjuangkan nasib-nasib guru.
Kongres V merupakan konsolidasi organisasi mulai nyata, lebih-lebih dalam pelaksanaan ART, komisariat-komisariat daerah dibetuk beserta susunan pengurusnya. Setelah itu, konferensi daerah (KONFERDA) mulai dilaksanakan. Jika pada mulanya Konferda dilaksanakan di Jawa (Cirebon, Solo, Jember) pada Maret 1952, maka selanjutnya KONFERDA meluas kepulau-pulau lainnya, misalnya 27 februari 1952 di Makassar, dan 20 Maret 1952 di Banjarmasin.
Disamping itu, Hasil nyata dari konsolidasi tersebut adalah masuknya 47 cabang di Sulawesi dan Kalimantan ke dalam barisan PGRI, sedangkan sebanyak 2.500 orang guru yang sedianya akan digaji berbeda-beda menurut ketentuan swapraja/swatantra dapat tertolong dan digaji mengikuti standar yang seragam dari pusat. Sebelum melangkah ke konsolidasi lebih lanjut, organisasi ini disibukkan oleh aksi guru yang menuntut kenaikan honorrium dan mengenai tuntutan itu terdapat dua pendapat. Di satu pihak ada yang kurang menyetujui aksi ini yang kemudian disusul dengan pertanyaan pengunduran diri pihak tersebut dari PGRI. Dipihak lain (sebagian besar) mendukung tuntutan tersebut. Setelah melalui sidang di parlemen, tuntutan (pihak yang kedua) dapat diterima. Dengan demikian, PGRI berhasil memperjuangkan nasib para guru disekolah-sekolah lanjutan. Di samping jumlah honorarium meningkat, maksimum jam ajar guru pun dikurangi.

A.    Kongres V PGRI di Bandung pada 19-24 Desember 1950
 Kongres V diadakan 10 bulan setelah Kongres IV di Yogyakarta. Selain untuk menyongsong Lustrum I PGRI. Dapat dikatakan bahwa kongres tersebut merupakan “Kongres Persatuan” untuk pertama kalinya cabang-cabang yang belum pernah hadir sebelumnya datang pada kongres ini yang secara keseluruhan melibatkan 202 cabang dari 301 cabang PGRI yang ada pada saat itu. Jika acara resepsi Kongres IV di Yogyakarta diadakan di bangsal Kepatihan tanpa membayar sewa, maka kongres V di Bandung sudah jauh lebih baik keadaanya. Resepsinya diadakan di Hotel Savoy Homann yang dibuka oleh Ketua PB PGRI, Rh. Koesnan. Kongres ini juga dihadiri oleh perwakilan luar negeri yang ada di jakarta. Rapat-rapat diadakan di Pusat Kebudayaan Jl. Naripan. Acara pun lebih bervariasi karena dalam kongres ini dibicarakan suatu masalah yang prinsip dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI selanjutnya yaitu asas organisasi ini: apakah akan memilih sosialisme keadilan sosial ataukah pancasila dan akhirnya pancasila diterima sebagai asas organisasi. Selain itu, didiskusikan pula bentuk pendidikan guru KPKPKB ( Kursus Pengantar Kepada Persiapan Kewajiban Belajar), yang menurut penilaian peserta kongres tidak sesuai dengan upaya peningkatan mutu pendidikan bangsa. Upaya mempersatukan guru yang bersifat “Non-“ (pro-Republik) dan “Ko-” (bekerjasama dengan belanda).
Bubarnya Negara RIS dan kembalinya NKRI memunculkan dua golongan yang saling bertentangan dan saling mencurigai serta perbeaan pandangan yang tajam.
Kongres juga menugaskan Pengurus Besar (PB) PGRI agar dalam waktu singkat melakukan segala usaha untuk menghilangkan perbedaan gaji antara golongan “Non-“ (pro-Republik) dan “Ko-” (bekerjasama dengan belanda) yang telah ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Hal ini terutama menyangkut penyesuaian gaji pegawai, disamping penghargaan kepada kaum “Non-” dalam bentuk pembayaran uang pemulihan.
Untuk menyelesaikan masalah ini Kongres PGRI di Bandung menugaskan kepada Pengurus Besar PGRI terpilih dalam Kongres V untuk secepatnya :
1.      Melaksanakan penyesuaian golongan gaji pegawai berdasarkan Peraturan Pemerintah yang telah ditetapkan.
2.      Menyelesaikan pelaksanaan upaya pemberian penghargaan kepada golongan “Non”- dalam bentuk pembayaran pemulihan.
3.      Mendesak pemerintah agar segera menyusun peraturan gaji baru.
4.      Mendudukan wakil PGRI dalam Panitia Penyusunan Peraturan Gaji Baru, baik secara langsung maupn melalui Vaksentral.
Hasil perjuangan PGRI mengenai desakan menyangkut penyesuaian gaji pegawai, dan penghargaan kepada kaum “Non tersebut adalah :
1.      Lahirnya PP 16/1950 tentang penyesuaian gaji baru.
2.      Lahirnya PP 32/1950 tentang penghargaan kepada pelajar pejuang

B.     Konsolidasi Organisasi dan Hasil Pencapaian
Menjelang Kongres V dilaksanakan, jumlah cabang PGRI ada 301 dengan jumlah anggota 39.000 orang. Hal ini menunjukan PGRI semakin berkembang. Oleh karena itu konsolidasi organisasi perlu dilaksanakan terus-menerus sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGRI.
AD/ART harus mengantisipasi munculnya organisasi baru baik di dalam maupun diluar PGRI. Membuka kemungkinan organisasi yang bernaung di bawah PGRI berperan lebih aktif dengan pemberian peran yang lebih besar. Struktur organisasi disetiap jenjang harus dapat mendukung gerak langkah organisasi yang lebih transparan, demokratis, dan kolektif. Jika tidak para anggota akan mencari alternatif lain yang akan memungkinkan mereka dapat dihargai, diakui, dan diberi kebebasan menyampaikan aspirasinya secara lebih aktif. Struktur organisasi harus luwes sehingga daerah dapat memilih yang paling sesuai dengan kondisi daerahnya dan perlu ada batasan dan koridor yang tidak boleh dilewaati.
Upaya-upaya konsolidasi yang dilakukan oleh PB PGRI hasil Kongres V membuahkan hasil menggembirakan diantaranya sebagai berikut :
1.      47 cabang PGRI di Sulawesi dan Kalimantan masuk kedalam barisan PGRI.
2.      2.500 guru yang sedianya akan di gaji menurut ketentuan Swapraja/Swatantra tertolong dan akhirnya digaji secara sama dari pusat.
3.      Pada bulan April 1951 tuntutan PGRI kepada pemerintah tentang kenaikan guru Honorium guru dikabulkan.
4.      Mulai dilaksanakannya secara teratur Konferensi-konferensi daerah:
a.       Maret 1951 Konferensi Daerah se-Jawa
b.      27 Febuari 1952 Konferensi Daerah di Makasar
c.       30 Maret 1952 Konferesni Daerah di Banjarmasin
d.      PB PGRI mulai sering melakukan kunjungan ke pengurus-pengurus daerah atau cabang PGRI
e.       PB PGRI berhasil menerbitkan majalah Suara Guru sebagai alat komunikasi organisasi

Pada rapat ini diputuskan hal-hal antara lain seperti berikut:
1.      Menegaskan kembali pancasila sebagai azaz organisasi.
2.      Menugaskan PB PGRI agar dalam waktu singkat melakukan segala usaha untuk menghilangkan perbedaan gaji antara golongan yang pro dan kontra Republik.
3.      Melakukan konsolidasi organisasi dengan membentuk pengurus komisaris-komisaris daerah.
4.      PGRI menjadi anggota Gabung Serikat Buruh Indonesia (SBSI).
Kongres PGRI V mengandung dua momentum penting yaitu :
1.      Menyambut Lustrum PGRI yang segenap berusia 5 tahun
2.      Wujud rasa syukur dan sukacita yang mendalam karena SGI/PGI (Serikat Guru Indonesia atau Persatuan Guru Indonesia) meleburkan diri dalam PGRI.
Kedua momentum ini mengandung makna bahwa Kongres ke V di bandung merupakan Kongres Persatuan.
Kongres IV di Yogyakarta berhasil memilih Pengurus Besar PGRI dengan susunan sebagai berikut:
Ketua I                                                      : Soedjono
Ketua II                                                    : M.E.Subiadinata
Sekretaris Jenderal                                    : Moehamad Hidajat
Sekretaris Urusan Perburuhan                  : M.E. Soebiadinata
Sekretaris Urusan Pendidikan                  : Ibnutadji
Sekretaris Urusan Penerangan                  : J.M.S. Hutagalung
Sekretaris Urusan Keuangan dan Usaha  : Moehamad Hidajat
Komisaris Umum dan Pendidikan           : F. Wachendorff
Komisaris Umum dan Perburuhan           : Alamsjahroeddin
Komisaris Umum dan Keuangan             : M. Sastraatmadja
Komisaris Umum dan Usaha                    : Soemahardja
Redaksi Majalah Suara Guru                    : J.M.S. Hitagalung dan Soedjono
Komisariat-komisariat daerah yang dibentuk adalah seperti berikut:
1.      Sumatra Utara                                     : T.Z. Anwar
2.      Sumatra Tengah                                  : A. Manan
3.      Sumatra Selatan                                  : Noezoear
4.      Jawa Barat                                          : Jaman Soedjana Prawira
5.      Jawa Tengah                                       : Soenarto
6.      Yogyakarta                                         : Moh. Djomali
7.      Jawa Timur                                          : Soebandri
8.      Sulawesi Selatan                                 : A.N. Hadjarati
9.      Jakarta Raya                                        : Soemadi( Koordinator)
10.  Kalimantan*                                        : E. Simamongkiir ( digantikan Sjahran)
11.  Sulawesi Utara*                                  : E.A Parengkuan
12.  Maluku*                                              : O. Nanulaitta
13.  Bali*                                                    : Made Mendra

C.    Lahirnya Organisasi-Organisasi yang Berasaskan Ideologi, Agama, dan Kekaryaan
1.         Gejala Separatisme
Politik devide et impera yang diciptakan oleh penjajah belanda bertujuan untuk memecah belah bangsa Indonesia. Dengan sengaja dan terencana pemerintah Belanda membakar dan memperuncing sentimen rasa kedaerahan, agama, keturunan, Adat-istiadat, lingkungan kerja, dan sebagainya. Pengaruh politik devide et impera itu sangat terasa dalam memasyarakatkan dan banyak yang terpengaruh. Di dalam tubuh PGRI pun mulai nampal gejala-gejala tersebut. Karena perasaan tidak puas, merasa aspirasinya belum tertampung, kurang mendapat perhatian dan sebagainya, mulai ada kasak-kusuk dan keinginan untuk mendirikan organisasi guru di luar PGRI, seperti: Ikatan PS/PSK Ikatan Direktur SMP/SMA, Ikatan Guru CVO/DVO, mendirikan IGN, IGM, PGH, Persatuan Guru Tionghoa, dengan alasan perbedaan politik, agama, dan etnis.
2.          Usaha-usaha PGRI Mengatasi Gejala Separatisme
                        PGRI menanggapi gejala-gejala ini dengan penuh kebijakan, jiwa besar, dan mempelajari penyebabnya. Usaha yang dilakukan PGRI dalam upaya mengatasinya adalah:
a.    PB PGRI lebih meningkatkan konsolidasi organisaisi sampai ke daerah/cabang.
b.    Membangkitakn kembali rasa persatuan dan kesatuan, jiwa semangat juang 45,  melalui berbagai kegiatan.
c.    Menjelaskan hasil-hasil perjuangan PGRI dan program-program yang akan dilaksanakan. Hasil yang telah dicapai antara lain:
1.    Keberhasilan dalam menyelesaikan masalah PS/PSK yang berhasil mengecilkan wilayah PS/PSk menerima uang jalan tetap dan kedudukannya dalam PGP baru yang lebih baik.
2.    Pengurangan maksimum jam mengajar dalam seminggu, dan perbaikan honorarium.
3.    Perbaikan nasib rekan-rekan guru yang berijazah CVO/DVO.
4.    PGRI berhasil menyelamatkan guru dari bahaya perpecahan. Semua guru yang ingin memisahkan diri dari PGRI akhirnya dengan penuh kesadaran kembali lagi kedalam barisan dibawah naungan panji-panji PGRI.

KESIMPULAN
            Kongres V merupakan kongres persatuan, karenauntuk pertama kalinya cabang-cabang yang belum pernah hadir sebelumnya datang pada kongres ini. Acaranya pun lebih bervariasi karena dalam kongres ini membicarakan suatu masalah yang prinsip dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI selanjutnya.
Hasil kongres V adalah:
1.      Menegaskan kembali pancasila sebagai azaz organisasi.
2.      Menugaskan PB PGRI agar dalam waktu singkat melakukan segala usaha untuk menghilangkan perbedaan gaji antara golongan yang pro dan kontra Republik.
3.      Melakukan konsolidasi organisasi dengan membentuk pengurus komisaris-komisaris daerah.
4.      PGRI menjadi anggota Gabung Serikat Buruh Indonesia (SBSI).
Dan kongres V mengandung 2 momentum penting yaitu :
1.      Menyambut lustrum PGRI yang segenap berusia 5 tahun.
2.      Wujut rasa syukur dan suka cita yang mendalam karena SGI/PGI (Serikat Guru Indonesia atau Persatuan Guru Indonesia) meleburkan diri dalam PGRI.
Kedua momentum ini mengandung makna bahwa kongres V di bandung merupakan kongres persatuan. Kongres juga menugaskan PB PGRI agar dalam waktu singkat melakukan segala usaha untuk menghilangkan perbedaan gaji antara “Non” (pro-republik) dan “Ko” (bekerja dengan belanda) yang telah di tetapkan oleh peraturan pemerintah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar