Kongres
adalah pertemuan besar para wakil organisasi (
politik, sosial, profesi) untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan. Musyawarah dibutuhkan organisasi guru untuk
memecahakan permasalahan fundamental yang terjadi di dimasa demokrasi liberal.
Menjadi satu keharusan untuk memajukan organisasi PGRI ini agar tetap
berkembang dan memperjuangkan nasib-nasib guru.
Kongres
V merupakan konsolidasi organisasi mulai nyata, lebih-lebih dalam pelaksanaan
ART, komisariat-komisariat daerah dibetuk beserta susunan pengurusnya. Setelah
itu, konferensi daerah (KONFERDA) mulai dilaksanakan. Jika pada mulanya
Konferda dilaksanakan di Jawa (Cirebon, Solo, Jember) pada Maret 1952, maka
selanjutnya KONFERDA meluas kepulau-pulau lainnya, misalnya 27 februari 1952 di
Makassar, dan 20 Maret 1952 di Banjarmasin.
Disamping
itu, Hasil nyata dari konsolidasi tersebut adalah masuknya 47 cabang di
Sulawesi dan Kalimantan ke dalam barisan PGRI, sedangkan sebanyak 2.500 orang
guru yang sedianya akan digaji berbeda-beda menurut ketentuan
swapraja/swatantra dapat tertolong dan digaji mengikuti standar yang seragam dari
pusat. Sebelum melangkah ke konsolidasi lebih lanjut, organisasi ini disibukkan
oleh aksi guru yang menuntut kenaikan honorrium dan mengenai tuntutan itu
terdapat dua pendapat. Di satu pihak ada yang kurang menyetujui aksi ini yang
kemudian disusul dengan pertanyaan pengunduran diri pihak tersebut dari PGRI.
Dipihak lain (sebagian besar) mendukung tuntutan tersebut. Setelah melalui
sidang di parlemen, tuntutan (pihak yang kedua) dapat diterima. Dengan
demikian, PGRI berhasil memperjuangkan nasib para guru disekolah-sekolah
lanjutan. Di samping jumlah honorarium meningkat, maksimum jam ajar guru pun
dikurangi.
A. Kongres V PGRI di Bandung pada 19-24 Desember
1950
Kongres V diadakan 10 bulan
setelah Kongres IV di Yogyakarta. Selain untuk menyongsong Lustrum I PGRI.
Dapat dikatakan bahwa kongres tersebut merupakan “Kongres Persatuan” untuk
pertama kalinya cabang-cabang yang belum pernah hadir sebelumnya datang pada
kongres ini yang secara keseluruhan melibatkan 202 cabang dari 301 cabang PGRI
yang ada pada saat itu. Jika acara resepsi Kongres IV di Yogyakarta diadakan di
bangsal Kepatihan tanpa membayar sewa, maka kongres V di Bandung sudah jauh
lebih baik keadaanya. Resepsinya diadakan di Hotel Savoy Homann yang dibuka
oleh Ketua PB PGRI, Rh. Koesnan. Kongres ini juga dihadiri oleh perwakilan luar
negeri yang ada di jakarta. Rapat-rapat diadakan di Pusat Kebudayaan Jl.
Naripan. Acara pun lebih bervariasi karena dalam kongres ini dibicarakan suatu
masalah yang prinsip dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI
selanjutnya yaitu asas organisasi ini: apakah akan memilih sosialisme keadilan
sosial ataukah pancasila dan akhirnya pancasila diterima sebagai asas
organisasi. Selain itu, didiskusikan pula bentuk pendidikan guru KPKPKB (
Kursus Pengantar Kepada Persiapan Kewajiban Belajar), yang menurut penilaian
peserta kongres tidak sesuai dengan upaya peningkatan mutu pendidikan bangsa.
Upaya mempersatukan guru yang bersifat “Non-“
(pro-Republik) dan “Ko-” (bekerjasama dengan belanda).
Bubarnya Negara RIS dan kembalinya NKRI
memunculkan dua golongan yang saling bertentangan dan saling mencurigai serta
perbeaan pandangan yang tajam.
Kongres juga menugaskan Pengurus Besar (PB)
PGRI agar dalam waktu singkat melakukan segala usaha untuk menghilangkan
perbedaan gaji antara golongan “Non-“
(pro-Republik) dan “Ko-” (bekerjasama dengan belanda) yang telah ditetapkan
oleh peraturan pemerintah. Hal ini terutama menyangkut penyesuaian gaji
pegawai, disamping penghargaan kepada kaum “Non-” dalam bentuk pembayaran uang
pemulihan.
Untuk menyelesaikan masalah ini Kongres PGRI
di Bandung menugaskan kepada Pengurus Besar PGRI terpilih dalam Kongres V untuk
secepatnya :
1.
Melaksanakan penyesuaian golongan gaji
pegawai berdasarkan Peraturan Pemerintah yang telah ditetapkan.
2.
Menyelesaikan pelaksanaan upaya pemberian
penghargaan kepada golongan “Non”-
dalam bentuk pembayaran pemulihan.
3.
Mendesak pemerintah agar segera menyusun
peraturan gaji baru.
4.
Mendudukan wakil PGRI dalam Panitia
Penyusunan Peraturan Gaji Baru, baik secara langsung maupn melalui Vaksentral.
Hasil perjuangan PGRI mengenai desakan
menyangkut penyesuaian gaji pegawai, dan penghargaan kepada kaum “Non tersebut
adalah :
1.
Lahirnya PP 16/1950 tentang penyesuaian gaji
baru.
2.
Lahirnya PP 32/1950 tentang penghargaan kepada
pelajar pejuang
B. Konsolidasi Organisasi dan Hasil Pencapaian
Menjelang
Kongres V dilaksanakan, jumlah cabang PGRI ada 301 dengan jumlah anggota 39.000
orang. Hal ini menunjukan PGRI semakin berkembang. Oleh karena itu konsolidasi
organisasi perlu dilaksanakan terus-menerus sesuai dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga PGRI.
AD/ART harus mengantisipasi
munculnya organisasi baru baik di dalam maupun diluar PGRI. Membuka kemungkinan
organisasi yang bernaung di bawah PGRI berperan lebih aktif dengan pemberian
peran yang lebih besar. Struktur organisasi disetiap jenjang harus dapat
mendukung gerak langkah organisasi yang lebih transparan, demokratis, dan
kolektif. Jika tidak para anggota akan mencari alternatif lain yang akan
memungkinkan mereka dapat dihargai, diakui, dan diberi kebebasan menyampaikan
aspirasinya secara lebih aktif. Struktur organisasi harus luwes sehingga daerah
dapat memilih yang paling sesuai dengan kondisi daerahnya dan perlu ada batasan
dan koridor yang tidak boleh dilewaati.
Upaya-upaya
konsolidasi yang dilakukan oleh PB PGRI hasil Kongres V membuahkan hasil
menggembirakan diantaranya sebagai berikut :
1.
47 cabang PGRI di Sulawesi dan Kalimantan
masuk kedalam barisan PGRI.
2.
2.500 guru yang sedianya akan di gaji menurut
ketentuan Swapraja/Swatantra tertolong dan akhirnya digaji secara sama dari
pusat.
3.
Pada bulan April 1951 tuntutan PGRI kepada
pemerintah tentang kenaikan guru Honorium guru dikabulkan.
4.
Mulai dilaksanakannya secara teratur
Konferensi-konferensi daerah:
a.
Maret 1951 Konferensi Daerah se-Jawa
b.
27 Febuari 1952 Konferensi Daerah di Makasar
c.
30 Maret 1952 Konferesni Daerah di
Banjarmasin
d.
PB PGRI mulai sering melakukan kunjungan ke
pengurus-pengurus daerah atau cabang PGRI
e.
PB PGRI berhasil menerbitkan majalah Suara
Guru sebagai alat komunikasi organisasi
Pada
rapat ini diputuskan hal-hal antara lain seperti berikut:
1.
Menegaskan kembali pancasila sebagai azaz
organisasi.
2.
Menugaskan PB PGRI agar dalam waktu singkat
melakukan segala usaha untuk menghilangkan perbedaan gaji antara golongan yang
pro dan kontra Republik.
3.
Melakukan konsolidasi organisasi dengan
membentuk pengurus komisaris-komisaris daerah.
4.
PGRI menjadi anggota Gabung Serikat Buruh
Indonesia (SBSI).
Kongres PGRI V mengandung dua momentum
penting yaitu :
1.
Menyambut Lustrum PGRI yang segenap berusia 5
tahun
2.
Wujud rasa syukur dan sukacita yang mendalam
karena SGI/PGI (Serikat Guru Indonesia atau Persatuan Guru Indonesia)
meleburkan diri dalam PGRI.
Kedua
momentum ini mengandung makna bahwa Kongres ke V di bandung merupakan Kongres
Persatuan.
Kongres IV di Yogyakarta berhasil memilih
Pengurus Besar PGRI dengan susunan sebagai berikut:
Ketua
I
: Soedjono
Ketua
II
: M.E.Subiadinata
Sekretaris Jenderal : Moehamad Hidajat
Sekretaris Urusan Perburuhan : M.E. Soebiadinata
Sekretaris Urusan Pendidikan : Ibnutadji
Sekretaris Urusan Penerangan : J.M.S. Hutagalung
Sekretaris Urusan Keuangan dan Usaha : Moehamad Hidajat
Komisaris Umum dan Pendidikan : F. Wachendorff
Komisaris Umum dan Perburuhan : Alamsjahroeddin
Komisaris Umum dan Keuangan : M. Sastraatmadja
Komisaris Umum dan Usaha : Soemahardja
Redaksi Majalah Suara Guru : J.M.S. Hitagalung dan
Soedjono
Komisariat-komisariat daerah yang dibentuk
adalah seperti berikut:
1.
Sumatra Utara : T.Z. Anwar
2.
Sumatra Tengah : A. Manan
3.
Sumatra Selatan : Noezoear
4.
Jawa Barat :
Jaman Soedjana Prawira
5.
Jawa Tengah :
Soenarto
6.
Yogyakarta :
Moh. Djomali
7.
Jawa Timur :
Soebandri
8.
Sulawesi Selatan : A.N. Hadjarati
9.
Jakarta Raya :
Soemadi( Koordinator)
10. Kalimantan* : E.
Simamongkiir ( digantikan Sjahran)
11. Sulawesi
Utara* :
E.A Parengkuan
12. Maluku* :
O. Nanulaitta
13. Bali* :
Made Mendra
C. Lahirnya
Organisasi-Organisasi yang Berasaskan Ideologi, Agama, dan Kekaryaan
1.
Gejala
Separatisme
Politik
devide et impera yang diciptakan oleh
penjajah belanda bertujuan untuk memecah belah bangsa Indonesia. Dengan sengaja
dan terencana pemerintah Belanda membakar dan memperuncing sentimen rasa
kedaerahan, agama, keturunan, Adat-istiadat, lingkungan kerja, dan sebagainya. Pengaruh
politik devide et impera itu sangat
terasa dalam memasyarakatkan dan banyak yang terpengaruh. Di dalam tubuh PGRI
pun mulai nampal gejala-gejala tersebut. Karena perasaan tidak puas, merasa
aspirasinya belum tertampung, kurang mendapat perhatian dan sebagainya, mulai
ada kasak-kusuk dan keinginan untuk mendirikan organisasi guru di luar PGRI,
seperti: Ikatan PS/PSK Ikatan Direktur SMP/SMA, Ikatan Guru CVO/DVO, mendirikan
IGN, IGM, PGH, Persatuan Guru Tionghoa, dengan alasan perbedaan politik, agama,
dan etnis.
2.
Usaha-usaha
PGRI Mengatasi Gejala Separatisme
PGRI
menanggapi gejala-gejala ini dengan penuh kebijakan, jiwa besar, dan
mempelajari penyebabnya. Usaha yang dilakukan PGRI dalam upaya mengatasinya
adalah:
a. PB PGRI lebih meningkatkan konsolidasi
organisaisi sampai ke daerah/cabang.
b. Membangkitakn kembali rasa persatuan dan
kesatuan, jiwa semangat juang 45,
melalui berbagai kegiatan.
c. Menjelaskan hasil-hasil perjuangan PGRI dan
program-program yang akan dilaksanakan. Hasil yang telah dicapai antara lain:
1. Keberhasilan dalam menyelesaikan masalah
PS/PSK yang berhasil mengecilkan wilayah PS/PSk menerima uang jalan tetap dan
kedudukannya dalam PGP baru yang lebih baik.
2. Pengurangan maksimum jam mengajar dalam
seminggu, dan perbaikan honorarium.
3. Perbaikan nasib rekan-rekan guru yang
berijazah CVO/DVO.
4. PGRI berhasil menyelamatkan guru dari bahaya
perpecahan. Semua guru yang ingin memisahkan diri dari PGRI akhirnya dengan
penuh kesadaran kembali lagi kedalam barisan dibawah naungan panji-panji PGRI.
KESIMPULAN
Kongres
V merupakan kongres persatuan, karenauntuk
pertama kalinya cabang-cabang yang belum pernah hadir sebelumnya datang pada
kongres ini. Acaranya pun lebih bervariasi karena dalam kongres ini
membicarakan suatu masalah yang prinsip dan fundamental bagi kehidupan dan
perkembangan PGRI selanjutnya.
Hasil kongres V adalah:
1. Menegaskan
kembali pancasila sebagai azaz organisasi.
2. Menugaskan
PB PGRI agar dalam waktu singkat melakukan segala usaha untuk menghilangkan
perbedaan gaji antara golongan yang pro dan kontra Republik.
3. Melakukan
konsolidasi organisasi dengan membentuk pengurus komisaris-komisaris daerah.
4. PGRI
menjadi anggota Gabung Serikat Buruh Indonesia (SBSI).
Dan kongres V mengandung 2 momentum penting yaitu :
1.
Menyambut
lustrum PGRI yang segenap berusia 5 tahun.
2.
Wujut
rasa syukur dan suka cita yang mendalam karena SGI/PGI (Serikat Guru Indonesia atau Persatuan Guru Indonesia) meleburkan diri dalam PGRI.
Kedua momentum ini mengandung makna bahwa kongres V di bandung merupakan kongres persatuan. Kongres juga menugaskan PB PGRI agar dalam waktu singkat melakukan segala usaha untuk menghilangkan perbedaan gaji antara “Non” (pro-republik) dan “Ko” (bekerja dengan belanda) yang telah di tetapkan oleh peraturan pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar