Sabtu, 09 April 2016

PGRI pada Era Reformasi

Era reformasi merupakan suatu kurun waktu yang ditandai dengan berbagai perubahan untuk membentuk suatu keseluruhan tatanan baru yang lebih baik. Sedangkan pada saat ini, tuntutan  profesionalisme  bagi  guru-guru  di  abad  21  menjadi  satu  hal yang  sangat  mutlak  dibutuhkan. Guru harus peka terhadap perkembangan media, informasi dan segala berita yang terjadi pada dunia pendidikan. Hal ini untuk memudahkan seorang guru menjagi guru yang ideal dan terdepan dalam mengatasi masalah-masalah guru dan pendidikan.PGRI adalah salah satu organisasi profesi yang mewadahi kegiatan guru.

  Pendahuluan
Mengawali kiprah yang ditandai adanya perubahan orde senantiasa mewarnai iklim ditubuh PGRI.Pergantian orde dari orde baru menuju orde lama terus berjalan ke era reformasi. Pergartian yang di tandai dengan lengsernya orang nomor 1 di indonesia dan telah memegang kendali pemerintahan selama 32 tahun yakni presiden soeharto atas dasar demokrasi merupakan suatu wujud ditandainya orde yang penuh demokratis yakni era reformasi.

 Pembahasan
1.      Guru Era Reformasi Ditandai Dengan Runtuhnya Rezim Orde Baru
Era reformasi ditandai dengan runtuhnya sebuah rezim orde baru yang otoriter.Yang dengan sifat otoriternya maka sistem pemerintahannya sentralistik, termasuk juga dalam bidang pendidikan yang sangat memusat.Setelah orde baru tumbang maka perubahan menjadi pilihan pembangunan bangsa.Dan era perubahan itulah yang dikenal era reformasi.Perubahan dalam reformasi dilakukan secara konsepsional dan konstitusional dengan strategi dan program yang lebih efektif dalam suasana madani.
Perjuangan PGRI pada masa reformasi ini meliputi bidang keorganisasian, kesejehteraan, ketenagakerjaan, perundang-undangan, reformasi pendidikan nasional serta kemitraan nasional dan interbasional. Pada masa sekarang ini masih banyak pula pihak yang memandang PGRI hanya sebagai aspek tertentu yang sempit dalam bentuk serpihan-serpihan yang tidak terpadu dan dilandasi oleh kepentingan tertentu sebagai akibatnya banyak berkembang persepsi yang kurang baik terhadap PGRI dan ini sudah banyak menimbulkan berbagai hal yang kurang menguntungkan bagi PGRI dan terutama pada anggotanya.
Seperti yang kita ketahui dalam pasal (4) Anggaran Dasar (AD) PGRI dijelaskan bahwa PGRI merupakan organisasi nasional yang bersifat unitaristik (mewadahi semua guru tanpa memandang ijazah, tempat bekerja, kedudukan dll) independen (PGRI berlandaskan pada prinsip-prinsip kemandirian organisasi dengan mengutamakan mitra kesejajaran) non politik praktis (tidak terikat/ mengikatkan diri pada kekuatan organisasi atau partai politik manapun) kesejahteraan guru merupakan inti dari keseluruhan perjuangan PGRI.
Dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan pendidikan nasional, PB, PGRI ikut berperan serta secara aktif dengan memberikan masukan pada pemerintah agar berbagai agenda reformasi yang sedang dan akan dilaksanakan dapat terwujud dengan tepat sasaran. Salah satu komponen yang sering dijadikan sasaran penyebab menurunnya mutu pendidikan yaitu kurikulum. Kritikan yang cukup tajam terhadap kurikulum antara lain materinya terlalu padat, tidak sesuai dengan kebutuhan bahkan merepotkan guru dalam menjalankan civitasnya dibidang akademik.
Upaya reformasi pendidikan pada sistem nasional hanya akan terwujud apabila guru mendapat tempat yang sentral dan menjadi prioritas utama. Sehubungan dengan itu, PGRI menekankan agar masalah guru pada era reformasi pada pendidikan nasional PGRI diharapkan mendapat perhatian dan prioritas utama mengingat peranan guru yang fundamental. Sebab dengan demikian perbaikan dalam dunia pendidikan akan terwujud. Persoalan pelik dalam pendidikan, yakni persoalan mutu dengan sendirinya juga akan teratasi. Namun jika itu tidak terpenuhi, maka keberadaan dunia pendidikan tidak akan pernah menjadi baik. Masalah mutu, yang sekarang menjadi persoalan yang paling krusial dalam pendidikan juga sulit untuk teratasi.
Pada era reformasi, di tubuh PGRI juga mengalami perubahan yakni dengan melakukan penyesuaian AD/ ART organisasi dan sesuai dengan tantangan dan tuntutan reformasi yang ditandai dengan kongres ke XVIII pada tanggal 25-28 Nopember 1998 di Lembang bandung.Selain dari pada itu perubahan sebagai organisasi yang mampu beradaptasi dan mewujudkan dirinya sebagai the learnig organization (organisasi pembelajar).
Itulah sekilas gambaran tentang kiprah PGRI dan dinamikanya sampai pada era reformasi.Meski tidak bisa terdiskripsikan secara utuh, namun paling tidak itu juga bisa memberikan kontribusi pemahaman.Sebab saat ini keberadaan guru memang masih memprihatinkan yang imbasnya pendidikan juga sudah mulai menurun. Maka pada masa yang seperti ini kontribusi pemikiran, kajian, dan diskusi tentang persoalan pendidikan, termasuk juga PGRI sebagai organisasi guru dalam rangka mencari solusi yang lebih baik bagi masa depan pendidikan bangsa kita. Dan tentu apa yang menjadi malasah dalam dunia pendidikan seperti dijelaskan di atas juga harus dipikirkan oleh PGRI. Harus diakui itu juga merupakan tantangan masa depan PGRI
.
1.      PGRI dan Guru Masa Kini

Membangun sekolah yang berkinerja tinggi merupakan tantang nyata yang harus  dihadapi  oleh  semua  warga  sekolah.  Kepala  sekolah,  guru,  tenaga kependidikan, tenaga  administrasi, komite sekolah, termasuk siswa dituntut bahu membahu  menjawab  tantangan  tersebut. Sekolah  tidak  bisa  optimal  berkinerja tanpa  semua  pihak  saling  berkerja  sama  serta  saling  menunjang  dalam  semangat kebersamaan dan kesejawatan. Menterjemahkan sekolah yang berkinerja tinggi selalu akan bersinggungan dengan terjemahan sekolah efektif. Scheerens (1992) memandang sekolah efektif dalam  dua  sisi,  yaitu  dari  sisi  sudut  pandang  ekonomi dan  teori organisasi. 
Dari sisi ekonomi, dia memandang secara ringkas bahwa sekolah  yang  efektif adalah sekolah  yang  mampu  mencapai  semua  output  yang  diharapkan  melalui  suatu proses  transformasi  sejumlah  input  dalam  proses  pembelajaran.  Dari sisi  teori organisasi,  sekolah  yang  efektif  dipandang  sebagai  lembaga  yang  produktif. Selain  itu,  dalam  sudut  pandang teori organisasi,  sekolah  yang  efektif  juga  lebih lanjut  diterjemahkan  sebagai  sekolah  yang  mampu  beradaptasi  dengan lingkungannya,  merupakan  sistem  yang  terbuka dengan  melibatkan  keterlibatan banyak pihak, hubungan harmonis dan suportif antar orang. Dan terakhir, sekolah efektif  dipandang  dari  sisi  ini  adalah  sekolah  yang  peka  terhadap  tuntutan  warga sekolah dan stakeholder.
Dari  ciri-ciri  sekolah  efektif  diatas,  kita  bisa  memaknai  bahwa sekolah yang efektif adalah sekolah yang mampu menampilkan (perform) semua indikator dua  perspektif  Sheerens  di  atas.  Indikator  perspektif  Scheeres  tentang  sekolah efektif  bisa  dijadikan  salah  satu  alternatif dalam  menentukan indikator-indikator kinerja sekolah. Kembali  pada  bahasan  di  awal,  membangun  sekolah  berkinerja  tinggi, sekolah  yang  berkinerja  tinggi  adalah  sekolah  yang  mampu  menampilkan indikator-indikator sekolah efektif yang dijelaskan di atas secara optimal.
Sekolah berkinerja tinggi adalah sekolah yang mampu menghasilkan keluaran berupa:
1.      Proses pembelajaran yang efektif
2.      Siswa  dan  guru  yang  berprestasi  tinggi  baik  akademik  maupun  non akademik
3.      Tingkat kehadiran warga sekolah tinggi
4.      Pelayanan  akademik  dan  administratif  yang  optimal  pada  semua  warga sekolah
5.      Iklim dan budaya sekolah yang positif dan dinamis
6.      Etos kerja warga sekolah yang tinggi
7.      learning organization
8.      Hubungan antar pribadi yang harmonis
9.      Tata kelola sekolah yang baik
Untuk  mewujudkan  sekolah  yang  berkinerja  tinggi,  diperlukan  suatu sistem  peningkatan  sekolah  (school  improvement)  yang  berkelanjutan. Peningkatan  sekolah  ini  meliputi  semua  proses  yang  berlangsung  di  sekolah, mulai dari proses pembelajaran, pembimbingan siswa, pembinaan siswa, layanan siswa, manajemen  sumber daya, dan  semua  proses  lainnya  yang  berlangsung  di sekolah. Semua proses yang berlangsung di sekolah harus senantiasa diupayakan dinamis, inovatif, dan selalu  ditingkatkan  dalam  rangka  optimalisasi  potensi  dan prestasi siswa. 
Upaya  peningkatan  proses yang  terjadi  disekolah  memerlukan  strategi yang efektif. Strategi  yang  efektif adalah strategi  yang didasarkan pada tata nilai dan keyakinan  yang tumbuh dan berkembang di  sekolah, dan menjadi komitmen bersama untuk menaatinya. Dengan kata lain, strategi efektif adalah strategi yang berlandaskan  budaya  sekolah.  Setidaknya  ada  4  (empat)  strategi  yang  bisa diadaptasikan sekolah dalam rangka peningkatan proses. Strategi ini disarikan dari paparan Surya Dharma (2012), yaitu:
1.      Manajemen  kurikulum 
Strategi  manajemen  kurikulum  dimaksudkan bahwa  pembelajaran  yang  dilakukan  mengacu  pada  standar  kurikulum yang  ada.  Semua  proses  pembelajaran  dimaksudkan  untuk  mencapai bahkan  kalau  bisa  melampaui  standar  kurikulum.  Sekolah  menetapkan target  prestasi  belajar  siswa  dengan  jelas  dan  rasional.  Semua  upaya penilaian  hasil  belajar  siswa  harus sesuai  dengan  standar  kurikulum  yang diacu, dan monitoring yang efektif atas pelaksanaan kurikulum tersebut.
2.      Praktik  pembelajaran 
Strategi  pembelajaran  yang  dilakukan  adalah dengan  cara  menciptakan  lingkungan  kelas  yang  mendukung  dan memperhatikan perbedaan antar individu dan ditujukan bagi semua siswa. lebih mengedepankan kemandirian siswa agar pemahaman mereka tentang materi pelajaran lebih mendalam. Selain itu, dalam strategi ini juga harus ditekankan  upaya  guru  untukk  menciptakan  pembelajaran  yang  inovatif dan  variatif.  Guru  melakukan  evaluasi  formati  agar  perbaikan pembelajaran  bisa  dilakukan  secara  efektif.  Selain  itu,  guru  juga melakukan monitoring atas pembelajaran secara intens.
3.      Sekolah  efektif.
Sekolah  efektif  merupakan  strategi  yang  bisa  diadaptasi sekolah  dalam  rangka  peningkatan  lembaga.  Dimana  sekolah  efektif memiliki  karakter    budaya  kerja  sama  dan  kepercayaan  warga  sekolah semata-mata  ditujukan  untuk  keberhasilan  siswa.  Sekolah  merupakan wujud  dari lembaga  yang  selalu  fokus  pada  pembelajaran.  Memiliki  visi yang  jelas,  memiliki  core  beliefs  yang  ajeg,  membuat  perencanaan strategis, serta selalu melakukan perbaikan secara konsisten dan spesifik.
4.      Dukungan  orang  tua  dan  masyarakat
Lingkungan  sekolah  dijadikan sebagai  mitra  stregis  peningkatan  sekolah  yang  kedudukannya  sejajar. Sekolah  harus  melakukan  kerja  sama  pro-aktif  dan  atas  dasar  prinsip saling menguntungkan.

2.      Permasalahan Guru

Berbicara  tentang  guru,  seolah  topik  ataupun  tema  ini  tak  pernah  jenuh untuk dibahas. Semua sisi dari dimensi guru menarik untuk dikaji.Dari waktu ke waktu, problematik guru selalu muncul bergantian. Probelmatik ini menjadi salah satu  beban  berat  yang  harus  ditanggung sekolah  dalam  upayanya  meningkatkan kinerja dan mutu pendidikan. Saat  ini,  setidaknya  ada  7  (tujuh)  masalah  pokok  yang  dihadapi  guru  di Indonesia.
Pertama,  adalah  permasalahan  distribusi  guru.  Sudah  menjadi  rahasia umum bahwa terjadi kesenjangan antara sebaran guru di daerah perkotaan dengan di daerah perdesaan  yang sangat lebar perbedaannya. Sampai-sampai pemerintah harus mengeluarkan pil pahit melalui SKB 5 antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,  Kementrian  PAN  dan  RB,  Kementrian  Dalam  Negeri,  Kementrian Keuangan, dan Kementrian Agama yang isinya mengatur kesepakatan untuk kerja sama  dan  memberikan  dukungan  dalam  pemantuan,  evaluasi,  dan  kebijakan penataan  serta  pemerataan  guru  secara  nasional.  Kedua,  ketidaksesuaian (missmatch)  bidang  keilmuan  dengan  bidang  kerja.  Permasalahan  kekurangan guru  pada  bidang  studi  tertentu  menjadi  salah  satu  sumber  terjadinya  persoalan missmatch bidang  keilmuan  ini.
Ketiga.Kualifikasi  pendidikan.  Standar  tenaga pendidik yang telah ditetapkan pemerintah masih belum bisa dicapai sepenuhnya. Sebagai  contoh,  dari  buku  saku  statistik  pendidikan  2009/2010  diketahui  bahwa untuk  sekolah  Taman  Kanak-kanak,  guru  yang  belum  memenuhi  standar kualifikasi  (dengan  mengabaikan  kesesuaian  ijazah  kependidikan  yang  relevan) masih 90,13% , Sekolah Dasar masih 75,77% belum memenuhi kualifikasi. Keempat, kompetensi dan karir guru. Dari hasil uji kompetensi awal yang dilakukan  pada  275.768  guru  tingkat  nasional,  hasilnya  cukup  memprihatinkan, dari  bobot  skor  100,  ternyata  nilai  terendah  dari  hasil  uji  tersebut  adalah  1,  dan rata-rata skornya adalah 41,5.
 Ini mengindikasikan bahwa kompetensi guru masih “jauh panggang dari api”.  Terkait dengan karir guru, hampir menjadi hal yang lumrah,  bahwa  golongan  kepangkatan  guru  banyak  yang  terhenti di  golongan IVa, padahal jenjang yang bisa dilalui bisa sampai dengan golongan IV e. Kelima, sertifikasi.  Belum  semua  guru  di  Indonesia  memiliki  sertifikat  guru.  Padahal, sertifikat  ini  merupakan  salah  satu  syarat  profesionalitas  seorang  guru. Keenam,peningkatan  keprofesian  berkelanjutan  (PKB).  Tiga  unsur  dari  upaya pengembangan keprofesian berkelanjutan guru menjadi bagian dari permasalahan yang  dihadapi  guru. 
Upaya  pengembangan  diri  guru  yang  masih  belum  optimal menjadi  salah  satu  penghalang  guru  untuk  menjadi  seorang  guru  profesional. Rendahnya  kesempatan  guru  untuk  meningkatkan  diri  mejadi  penyebabnya. Terkait  dengan  unsur  kedua,  yaitu  publikasi  ilmiah,  kemapuan,  minat,  dan kesempatan  untuk  meningkatkan  kapasitas  publikasi  ilmiah  menjadi  masalah serius bagi  guru.  Dan  terakhir,  unsur  karya  inovati,  juga  menjadi  bagian  tak terpisahkan dari permasalahan guru selama ini. Ketujuh,  Rekrutmen  guru. Patut  diduga  bahwa  rendahnya  kualitas  guru diawali  pada  proses  rekrutmen  guru.  Rendahnya kualitas  calon  guru  dan sistem  rekrutmen  yang  tidak  efektif  dan  bermutu  rendah  merupakan  indikator  dari permasalahan rekrutmen guru saat ini.

3.      Kebijakan Guru Saat Ini

Terkait  dengan  permasalahan  yang  dihadapi  terkait  dengan  guru,  ada beberapa kebijakan pemerintah  yang saat ini dijalankan. Pertama, terkait  dengan perencanaan kebutuhan guru, ada dua mekanisme yang diambil pemerintah, yaitu melalui  pengangkatan  guru  baru,  mekanisme  biasa  yang  sudah  berjalan  selama ini.  Cara  yang  kedua  adalah  dengan  melakukan  redistribusi  guru  dengan  beban mengajar  24  jam/minggu. Kedua,  terkait  dengan  rekrutmen.  Proses  rekrutmen. Kedepan,  seseorang  calon  guru  bisa  berasal  dari  jenis  perguruan  tinggi  apa  saja. Jika  selama  ini  hanya  LPTK  merupakan  satu-satunya  lembaga  penghasil  calon guru, kedepannya semua lulusan perguruan tinggi baik LPTK maupun non LPTK memiliki  kesempatan  untuk  menjadi  guru.  Khusus  untuk  mahasiswa  LPTK, begitu  mereka  lulus  ujian  masuk  perguruan  tinggi  LPTK,  mereka  akan  dites  lagi untuk diberi beasiswa dan diasramakan. Selain itu, perekrutan calon guru ini juga dilaksanakan pula pada mahasiswa LPTK semester 5-8.
Ketiga,  terkait  dengan  pembinaan  dan  pengembangan  profesi  guru.  Ada mekanisme  baru  pembinaan  dan  pengembangan  profesi  guru.  Calon  guru  yang memiliki  sertifikat  pendidikan  dan  mengikuti  tes  penerimaan  guru.  Setelah diterima status mereka adalah guru tanpa jabatan fungsional. Untuk menjadi guru PNS  dengan  jabatan  fungsional,  yang  bersangkutan  harus  mengikuti  program Induksi  selama  1  tahun,  dan  bila  belum  mencapai  skor  minimal  berkategori  baik bisa  diperpanjang  1  tahun. Setelah  mereka  mendapat  jabatan  fungsional  mereka akan  mendapat  kesejahteraan,  penghargaan  dan  perlindungan,  serta  tunjangan profesi.  Secara  periodik  mereka  akan  dilakukan  penilaian  kinerja  untuk mengetahui posisi kelayakannya secara profesional.

4.      Guru di Abad 21: Apa dan Bagaimana?

Di  abad  21  ini,  tantang  pendidikan  secara  umum,  sekolah,  dan  guru semakin  berat.  Tipikal/karakteristik  anak-anak  dan  lingkungan  sekolah  semakin cepat  berubah. Sudah  tidak  pada  tempatnya  lagi  kita  berbicara  dalam  konteks lokalitas,  jika  tidak  ingin  terasingkan  dengan  pergaulan  dunia  dan  kalah  dalam persaingan.  Kita  hidup  di  lingkungan  yang  sangat  cepat  berubah,  global,  dan kompleks, dan dengan informasi yang sangat padat/jenuh (saturated-information). Setidaknya ada 3 aspek yang sangat mempengaruhi dunia pendidikan saat ini.
Pertama  adalah  globalisasi.  Globalisasi  telah  benar-benar  merubah  wajah pendidikan  dalam  berbagai  aspek.  Mulai  dari  kurikulum,  sarana  pra  sarana, ketenagaan,  kesiswaan,  bahkan  pengelolaan.  Kurikulum  standar  internasional adalah  salah  satu  contoh  bagaimana  kurikulum  dipengaruhi  oleh  globalisasi. Benchmark  pengembangan  kurikulum  tidak  bisa  lagi  berbicara  dalam  konteks nasional,  atau  local  genuine  saja.  Sekolah  dituntut  untuk  melakukan pengembangan  yang  juga  berorientasi  global. Isu  akreditasi  itnternasional  juga merupakan  salah  satu  isu  globalisasi  dalam  pendidikan.  Mutu  penyelenggaraan manajemen  kelembagaan  juga  tidak  luput  dari  interevensi  global  dengan menjamurnya sertifikasi ISO di lembaga pendidikan.
Kedua, teknologi dan inovasi.Tak dipungkiri, globalisasi ditandai dengan merambahnya teknologi kedalam semua aspek pendidikan di sekolah, baik aspek pembelajaran, pengelolaan, dan layanan pendukung lainnya. Proses pembelajaran yang  bersifat  synchronous  dan  a-syncrhonous  merupakan  salah  satu  dampak globalisasi dalam implementasi kurikulum di kelas. Pemanfaatan gadget informasi yang  intens  dalam  proses  pembelajaran  merupakan  bukti   adanya  globalisasi. Pemanfaatan e-mail, search engine, satelit, phod cast, telepon, dan gadget lainnya menjadi  barang  yang  familiar  ada  di sekitar  pembelajaran  yang  berlangsung  di kelas.
Ketiga,  bagaimana  cara  siswa  belajar.  Dari  generasi  ke  generasi,  pola belajar  atau  cara  belajar  siswa  terus  berkembang.  Di  abad  21,  dengan  terjadinya lingkungan  siswa  yang  berubah  dengan  cepat,  maka  perubahan pada  cara  siswa belajar  juga  berubah. Jika  dulu  siswa  hanya  dipandang  sebagai  tempat  kosong yang  siap  diisi  dengan  pengetahuan,  sekarang  siswa  dibelajarkan  bukan  dalam rangka mengisi otaknya dengan sejumlah pengetahuan yang dikuasai guru. Siswa sekarang  diajarkan  bagaikana  supaya  peka  terhadap  lingkungan,  mampu  belajar mandiri,  dan  memecahkan  permasalahan  sendiri.  Siswa  dituntut  untuk  pro  aktif mencari  informasi  sendiri  yang  sumbernya  sangat  banyak  tersedia  di  lingkungan dia.  Jika  dulu  pembelajaran  bersifat  pasif,  maka  sekarang  siswa  dituntut  untuk  aktif  dan  kreati. 
Karakteristik  kelas  di  abad  21  adalah  dinamis,  banyak tuntutannya, dan egaliter. Ini tentu mempengaruh cara siswa dalam belajar. Dalam dunia pendidikan, era abad 21 menuntut pendidikan menghasilkan keluaran yang berbeda dari era sebelunya.Ada  beberapa output khas pendidikan abad 21, seperti digambarkan dalam gambar di bawah ini. Yang  menjadi  mata pelajaran  inti  yang  menjadi  tema  abada  21  seperti digambarkan di atas adalah sebagai berikut:
1.      Bahasa Inggris (bahasa dan sastra)
2.      Bahasa dunia
3.      Seni
4.      Matematika
5.      Ekonomi
6.      Geografi
7.      Sejarah
8.      Pemerintah dan kewarganegaraan.
Melalui  situsnya,  P21  menegaskan  bahwa  sekolah  tidak  hanya  semata mengedepankan  ke-8  matapelajaran  tersebut sebagai  fokus.  Namun  sekolah  juga harus  memberikan  pemahaman  lebih  lanjut  pada  siswa  tentang  tema-tema interdisiplin yang dikelompokkan pada 5 kelompok interdisiplin, yaitu :
1.      Global awareness.  Menggunakan keterampilan abad 21 untuk memahami dan mengidentifikasi isu-isu global. Belajar dari pengalaman dan bekerja secara  kolaborasi  dengan  orang  lain  yang  menggambarkan  keberagaman budaya, agama, dengan lebih mengedepankan dialog.
2.      Pemahaman  finansial,  ekonomi,  bisnis,  dan  kewirausahaan.  Diajarkan bagaimana  melakukan  keputusan  ekonomis,  paham  dalam  menjalankan peran  ekonomi  di  tengah-tengah  masyarakat,  dan  menggunakan keteramplan kewirausahaan untuk meningkatkan produktivitas dan karir.
3.      Pemahaman  tentang  ketatanegaraan.  Berpartisipasi  secara  aktif    dalam kehidupan  bernegara  dengan  cara  tahu  dan  paham  serta  terlibat  dalam proses  pemerintahan.  Melaksanakan  hak  dan  kewajiban  sebagai  warga negara, dan memahami dampak dari keputusan ketatanegaraan.
4.      Pemahaman  tentang  kesehatan.  Tahu  dan  paham,  serta  mampu menerapkan  informasi  kesehatan  dasar  untuk  meningkatkan  taraf kesehatan  diri.  Tahu  apa  yang  harus  dilakukan  dalam  rangka  mencegah penyakit dan menjaga kesehatan. Bisa  menggunakan informasi kesehatan untuk membuat keputusan sendiri dan lingkungan. Serta mengetahui isu-isu kesehatan di sekitar.
5.      Pemahaman  lingkungan.  Tahu  dan  memahami  lingkungan  sekitar. Memahami  dampak  kehadiran  manusia  terhadap  lingkungan,  mau mengamati  dan  menganalisis  isu  lingkungan  dan  membuat  solusi  efektif atas  permasalahan  lingkungan.  Ikut  terlibat  dalam  upaya  penyelematan perusakan lingkungan. Terkait  dengan  output  kedua,  keterampilan  belajar  dan  inovasi,  P21 meringkas 4 C untuk keterampilan tersebut. yaitu:
1.      Creativity and innovation.
2.      Critical thingking and problem solving.
3.      Communication.
4.      Collaboration
Keterampilan  yang  ketiga  yaitu  informasi,  media,  dan  teknologi.    P21 menjelaskan  bahwa  masyarakat  di  abad  21    tinggal  di  lingkungan  yang  diliputi teknologi dan media. Untuk itu, siswa harus memiliki pemahaman :
1.      Informasi.  Mampu  mengakses  secara  efisien  dan  efektif,  serta mengevaluasi  informasi  secara  kritis  dan  kompeten.  Harus  mampu menggunakan  informasi  secara  akurat  dan  kreatif,  mampu  mengelola informasi dari berbagai sumber secara bijaksana, dan mampu menerapkan isu etis atau hukum dalam mengakses informasi.
2.      Media.  Mampu  menganalisis  media dengan  cara  memahami  bagaimana dan mengapa memdia dibangun, dan untuk apa. Paham bahwa media bisa diinterpretasikan  banyak  oleh  banyak  kalangan.  Mampu  menerapkan  isu etika dan hukum dalam mengakses media. Selain itu, mampu menciptakan media.
3.      TIK.  Siswa  harus  mampu  menerapkan  atau  menggunakan  TIK  secara efektif.
Keterampilan  berikutnya  adalah  kehidupan  dan  karir.  P21  menyarankan bahwa untuk hidup di abad 21 siswa harus :
1.      Fleksibel dan adaptif.
2.      Memiliki inisiati dan mampu mengendalikan diri.
3.      Memiliki keterampilan social.
4.      Produktif dan akutabel.
5.      Memiliki jiwa kepemimpinan dan bertanggung jawab.
Untuk  bisa  mewujudkan  ke-4  (empat)  output  pendidikan  di  atas, setidaknya ada 5 (lima) hal yang menjadi determinan output tersebut. Yaitu:
1.      Standar, Fokus pada standar kompetensi dan isi.
2.      Penilaian,  Evaluasi  hasil  belajar  yang  efektif  dan  bermutu  tinggi  melalui formatif  dan  sumatif.  Menggunakan  hasil  penilaian  sebagai  bahan feedback dalam keseharian di kelas. Menggunakan sarana/pra sarana yang efektif  dalam  menilai.  Mampu  merancang  portofolio  yang  bisa  menggali kemampuan/pemahaman siswa.
3.      Kurikulum dan Pembelajaran, Merancang materi, strategi belajar, memilih media yang bisa mencapai tujuan pembelajaran abad 21.
4.      Pengembangan  Profesional. Diarahkan  untuk  membekali  guru  bagaimana mengintegrasikan  keterampilan,  sarana  pra  sarana,  dan  strategi  belajar mengajar dalam pembelajaran. Memberikan bekal pengetahuan pada guru bagaimana cara mengidentifikasi gaya belajar siswa.
5.      Lingkungan  belajar.  Membangun  situasi  belajar,  dukungan  individu  dan lingkungan  yang  akan  mendukung  pencapaian  outcome  keterampilan abad 21.
Dengan kondisi seperti tersebut di atas, apa  yang harus dilakukan guru di Abad 21?  Untuk  bisa  tetap  bertahan  dan  mampu meningkatkan  kualitas  pendidikan dan  pembelajaran  di  era  yang  sedemikian  berubah,  seorang  guru  perlu menyiapkan dirinya dengan baik. Kesiapan mental, intelektual, keterampilan, dan tentunya juga fisik. Motivasi mengajar dan mendidik yang tinggi juga merupakan variabel  penting  dalam  suksesnya  pembelajaran.  Ia  dituntut  menjadi  guru  yang efektif, yaitu guru yang memiliki ciri:
1.      Menjadi manajer kelas yang sangat baik.
2.      Memahami bagaimana cara mengajar yang baik.
3.      Memiliki harapan yang tinggi terhadap keberhasilan siswa.
Menurut  penelitian  Dawson  dan  Billingsley  (2000),  guru  yang  efektif mampu  meningkatkan  prestasi  siswa  yang  rendah sebesar  53%  di  tahun pertama, dan 83% di dua tahun berkutnya. Sedangkan guru  yang tidak efektif, ia hanya mampu meningkatkan prestasi siswa yang rendah sebesar 14% saja di tahun pertama, dan 29% di dua tahun berikutnya.
Jika  selama  ini  kita  tahu  bahwa  karakter  guru profesional  adalah  guru  yang  memiliki  4  kompetensi  secara  utuh  (pedagogik, kepribadian,  sosial,  dan  profesional).  Teacher  Development  Planning  Team  (2004)  menggambarkan  sosok  guru  profesional  adalah  guru  yang  memiliki kompetensi:
1.      Kompetensi  utama,  yaitu pedagogik,  kepemimpinan,  kepribadian,  dan pengetahuan.
2.      Kompetensi  dasar,  yaitu  kemampuan  komunikasi,  kemampuan kolaborasi, kemamuan teknologi, dan kemampuan evaluasi.
Selain  menjadi  sosok  profesional,  Stansbury  (2011)  mengidentifikasi  5 (lima) ciri guru yang efektif di abad 21, yaitu:
1.      Guru yang mampu mengantisipasi masa depan.
Seorang  guru  yang  efektif  adalah  guru  yang  dalam  mengajar  bertujuan menyiapkan siswa di masa yang akan datang.Menyiapkan siswa untuk bisa hidup  dan  tumbu-kembang  di  era  mereka,  bukan  saat  dimana  mereka diajarkan,  tapi  disiapkan  untuk  masa  yang  akan  datang.  Dengan  begitu, seorang guru harus mampu memprediksi kecenderungan-kecenderungan di masa  yang  akan  datang,  dimana  anak-anak  yang  sekarang  diajar  akan hidup di era tersebut.
2.      Pebelajar seumur hidup (Lifelong learner). 
Dunia  akan  terus  senantiasa  berubah.  Mereka  menghendaki  sesuatu  yang benar-benar  baru.  Untuk  itu,  seorang  guru  dituntut  untuk  terus menyesuaikan diri, fleksibel, mampu menerima perubahan, dan siap gagal. Mereka harus senantiasa belajar untuk bisa bertahan.
3.      Mampu mengajar semua karakter siswa.
Seorang  guru  abad  21  haruslah  seorang  yang  bersifat  pemimpin situasional.  Mereka  harus  memapu  mengidentifikasi  kemapuan  setiap siswa,  dan  paham  bahwa  semua  siswa  memiliki  kemampuan  yang berbeda-beda dalam menerima pelajaran, motivasi belajar, atau menerima perlakuan  strategi  tertentu  yang  dibuat  guru.  Dengan  karakter  yang berbeda-beda,  tentu  tugas  guru  akan  berat,  karena  tidak  boleh  satupun anak  yang tidak teroptimalkan potensinya ke tingkatan  yang paling tinggi mengacu ke standar.
4.      Mampu membedakan teknologi yang mendukung dengan yang tidak.
Anak-anak  usia  sekolah  adalah  sosok  yang  memiliki  kemampuan  sangat cepat  dalam  beradaptasi  dengan  teknologi  (TIK).  Sistem  sekolah  tidak harus selalu dengan detil mengajari mereka  bagaimana  mengoperasikan perangkat-perangkat teknologi, tetapi sebaiknya sekolah/guru harus mengetahui teknologi mana yang akan membuat siswa belajar banyak dan lebih cepat.  Ia harus mahir dalam menilai apakah teknologi  yang tersedia bagi mereka itu mendidik atau tidak, baik di sekolah ataupun di rumah.

C.    Kesimpulan

Dari Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Era reformasi merupakan suatu kurun waktu yang ditandai dengan berbagai perubahan untuk membentuk suatu keseluruhan tatanan baru yang lebih baik. Sedangkan pada saat ini, tuntutan  profesionalisme  bagi  guru-guru  di  abad  21  menjadi  satu  hal yang  sangat  mutlak  dibutuhkan. Guru harus peka terhadap perkembangan media, informasi dan segala berita yang terjadi pada dunia pendidikan. Hal ini untuk memudahkan seorang guru menjagi guru yang ideal dan terdepan dalam mengatasi masalah-masalah guru dan pendidikan. PGRI adalah salah satu organisasi profesi yang mewadahi kegiatan guru.
2.      Permasalahan Guru anatara lain
a.       Permasalahan  distribusi  guru.  Sudah  menjadi  rahasia umum bahwa terjadi kesenjangan antara sebaran guru di daerah perkotaan dengan di daerah perdesaan  yang sangat lebar perbedaannya. Sampai-sampai pemerintah harus mengeluarkan pil pahit melalui SKB 5 antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,  Kementrian  PAN  dan  RB,  Kementrian  Dalam  Negeri,  Kementrian Keuangan, dan Kementrian Agama yang isinya mengatur kesepakatan untuk kerja sama  dan  memberikan  dukungan  dalam  pemantuan,  evaluasi,  dan  kebijakan penataan  serta  pemerataan  guru  secara  nasional.
b.      Ketidaksesuaian (missmatch)  bidang  keilmuan  dengan  bidang  kerja.  Permasalahan  kekurangan guru  pada  bidang  studi  tertentu  menjadi  salah  satu  sumber  terjadinya  persoalan missmatch bidang  keilmuan  ini.
c.       Kualifikasi  pendidikan.  Standar  tenaga pendidik yang telah ditetapkan pemerintah masih belum bisa dicapai sepenuhnya. Sebagai  contoh,  dari  buku  saku  statistik  pendidikan  2009/2010  diketahui  bahwa untuk  sekolah  Taman  Kanak-kanak,  guru  yang  belum  memenuhi  standar kualifikasi  (dengan mengabaikan  kesesuaian  ijazah  kependidikan  yang  relevan) masih 90,13% , Sekolah Dasar masih 75,77% belum memenuhi kualifikasi.
d.      Kompetensi dan karir guru. Dari hasil uji kompetensi awal yang dilakukan  pada  275.768  guru  tingkat  nasional,  hasilnya  cukup  memprihatinkan, dari  bobot  skor  100,  ternyata  nilai  terendah  dari  hasil  uji  tersebut  adalah  1,  dan rata-rata skornya adalah 41,5. Ini mengindikasikan bahwa kompetensi guru masih “jauh panggang dari api”.
3.      Teacher  Development  Planning  Team  (2004)  menggambarkan  sosok  guru  profesional  adalah  guru  yang  memiliki kompetensi:
a.       Kompetensi  utama,  yaitu  pedagogik,  kepemimpinan,  kepribadian,  dan pengetahuan.
b.      Kompetensi  dasar,  yaitu  kemampuan komunikasi,  kemampuan kolaborasi, kemamuan teknologi, dan kemampuan evaluasi.